Jumat, 21 September 2012

Daun perdu yang layu..

Sepucuk daun melayang diterbangkan angin yang datang dari balik semak, berputar sesaat Dan berpilih pelan, hingga jatuh tepat di ujung kaki kananku. Aku  sedang duduk menghela nafas di atas gundukan kecil berhiaskan krokot putih dan pakis krul. Kurasakan hembusan angin  yang bersemilir ini. Sejuk sekali. Bila tanpa semak-semak, rerimbunan daun pepohonan yang berjajar-jajar di belakangku, tentu semilir angin tak cukup berarti untuk mengalahkan sengatan matahari. Di sini aku biasa berhenti sejenak untuk sekedar melepas lelah, pada detik ini, selama lebih dari enam tahun ini. Memang, pada saat-saat seperti ini, biasanya angin akan bertiup dari arah selatan, dari balik pegunungan permoni, dari balik punggungku. Aku sudah sangat hapal dengan tenpat ini, daerah ini, sebab disini lah aku biasa menghela napas, merasakan lelahnya hidup ini. Aku pungut daun perdu yang tadi jatuh di ujung kakiku. Aku pegang, aku perhatikan dengan seksama. Daun ini sudah menguning pertanda sudah harus berpisah dari rantingnya.
Daun perdu yang layu…
Kuperhatikan lagi. Lebih seksama dan daun itu tampak lebih layu di mataku.
Lama aku memperhatikannya. Semakin lama aku perhatikan dia, tak terasa air mata meleleh di pipiku. Layunya daun perdu ini mengingatkanku tentang berpuluh-puluh peristiwa yang tak mungkin bisa aku lupakan, yang telah mengubah hidupku, sehingga membawaku kesini, seperti sekarang ini.

Faiz, begitulah orang-orang menyebutku, lahir tanggal 23 juli 1990 di Pringsewu, sebuah kota kecil yang sibuk dan panas. Aku ditakdirkan terlahir dari sebuah keluarga sederhana. Anak dari seorang guru di sekolah swasta dan ibu rumah tangga yang gigih merawat anak-anaknya. Lahir diantara tiga saudaraku lainnya, membuatku menjadi seorang adik sekaligus kakak. Dan hal ini juga yang membuatku merasa selalu berada diantara mereka.
--------…..--------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar